Kamis, 12 Juli 2012

EP.1 Tanabata Terakhir (最後の七夕)


Tanabata Terakhir (最後の七夕)

     Tanggal 7 juni 3 tahun lalu merupakan hari yang sangat bersejarah bagi ku, hari itu adalah hari yang menyenangkan sekaligus menyedihkan yang pernah kualami dalam hidupku. Saat itu aku masih duduk di bangku SMA kelas 2, setelah ku puang sekolah tiba-tiba aku dikejutkan oleh kimono berwarna merah muda dengan motive bunga sakura dan bulan sabit yang ada di ranjang tidurku, belum puas ku kagumi kimono itu tiba-tiba ada yang membuka pintu kamar ku.
     “Nee-san ayo cepat makan malam setelah itu kita akan pergi ke tanabata matsuri”,

     Ternyata hiro-san yang berteriak sambil membanting pintu kamar ku, aku lupa kalau hari ini ada tanabata matsuri, pantas saja teman-teman di sekolahku sibuk dengan kimono mereka.
Anak tangga demi anak tangga ku lewati, terlihat semua sudah berkumpul di meja makan hanya haku saja yang tidak ada.

     “
okaa-san dimana haku-san? Apa dia belum pulang? ” dengan segera ibu ku menjawab
     “ haku masih di kamar, tadi sudah ibu suruh hiro untuk memanggilnya, Hiro-chan apa sudah kau panggil haku-nii? ”, dengan nada gemetar hiro-san pun menjawab
     “SSuudah ttaappii tidak ada jawaban dan lampu kamarnya mati”.
Aku berbalik dan berkata “ biar ku panggil lagi ”.
Sesampainya ku dikamarnya kemudian ku ketuk pintunya, kamar haku berbeda dengan kamar lain di rumah ini pintunya adalah pintu geser dan interior dalam ruangannya menggunakan model jepang klasik, setiap kali ku masuk kamarnya serasa kembali ke zaman para
samurai, berselang 1 menit setelah ku ketuk terdengar suara orang kesakitan dan suara batuk.
    
     “ haku-san kau ada di dalam? Apa kau baik-baik saja? ”
tak lama kemudian lampu kamarnya menyala dan pintunya mulai bergeser
     “ iya aku baik-baik saja, ada apa nee-chan? ”
suara seraknya mengagetkan ku, badannya Nampak kacau
     “ apa kau baik-baik saja? Kenapa dari tadi kau masih tidur dikamar? Apa ada yang kau sembunyikan? ”
 sambil melontarkan pertanyaan kulangkahkan kaki ku masuk ke kamarnya.
     “ ah tidak ada apa-apa, sudahlah ayo kita makan malam ”
jawabnya sambil menghalangiku masuk, betapa terkejutnya diriku meliahat darah di
futonnya.
     “ Haku-san apa itu darah mu? Penyakitmu kambuh lagi? ”. tanyaku yang bercampur cemas,
     “ Yui-neechan kumohon jangan beritahu siapapun, anggaplah kau tidak melihat apapun, aku tak mau ibu dan ayah cemas ”
jawabnya seraya memohon
“ baiklah, tapi berjanjilah kau akan minum obat mu dan istirahat besok ”

     Kemudian kami turun bersama ke ruang makan, seperti biasa dia selalu tersenyum seakan tidak terjadi apapun, iya itulah haku selalu tersenyum dalam senang maupun sedih.
     “ hari ini menu kita apa ” tanyaku pada ibu.
     “ karena hari ini special jadi masakannya juga spes
ia, kita makan shushi, sashimi, dan katsudon ”. jawab ibuku sambil mengambilkan nasi.

     “setelah makan kita akan pergi ke tanabata matsuri di kuil belakang rumah, jadi cepatlah kalian bersiap-siap, untuk Yui kau harus menggunakan kimono yang ada di tempat tiduru, dan untuk haku kau gunakan hakama yang ada di sofa itu. ” sambung ayahku sembari membagikan sushi, Makan malam pun selesai, dan kami bersiap-siap untuk pergi.

      Tepat pukul 8 malam kami semua berangkat berjalam kaki bersama, hal yang paling ku suka saat tanabata adalah pertunjukan hanabi dari danau, kulihat sekeliling dipenuhi banyak orang yang datang dan kuputuskan untuk berpisah dengan keluarga ku. Jam 9 tepat dimulailah pesta hanabi, langit malam yang tenang menjadi ramai dan penuh gemuruh hanabi, mata ku tak berhenti menatap sau-persatu hanabi dilontarkan dari tengah danau, dari yang kecil hingga yang berukuran besar.

     karena terlalu terhanyut dalam suasana sampai-sampai aku tak sadar dimana keluarga ku, kuputuskan untuk mencari mereka, lega hati ku telah menemukan mereka tapi wajah penuh tersenyum haku tak kulihat.

“Okaa-san dimana Haku-san?” , tanyaku dengan cemas
“Tadi dia bilang ingin pergi membeli takoyaki!” jawab ibuku dengan senyum,

     kulangkahkan kakiku mencarinya ke setiap tenda yang menjual takoyaki tapi tak kutemui juga, akhirnya aku melihatnya di tangga kuil sedang duduk sendiri dan terdengar rasa merintih.
     “ Haku-san ada apa? Penyakitmu kambuh? Apa kau ingin pulang saja? ” sambil mendekat kulontarkan pertanyaan ku.
     “ahh
Nee-chan, aku baik-baik saja hanya sedikit lelah, hanabinya indah bukan?” jawabnya seraya mengalihkan pembicaraan.
     “ boleh kududuk disamping mu? ” pintaku padanya.
     “Tentu saja,silahkan” jawabnya sambil sedikit bergeser.
     “indah bukan, langit malam tanabata yang dihiasi ribuan bintang”.
    
     kurasakan tubuhnya bergetar serasa menggigil saat kupegang pundaknya, wajahnya yang pucat membuatku semakin cemas.
akhirnya kuputuskan untuk membawanya pulang, saat perjalanan pulang sesuatu yang tidak akan perhan ku ingginkan terjadi.

     Tiba-tiba muncul sekelompok orang membawa tongkat dan pedang datang menghampiri, kelompok tersebut bertindak anarkis sengan merampas harta milik orang-orang yang datang ke tanabata matsuri bahkan mereka pun tak segan-segan menggunakan tongkat dan pedang mereka, dengen segera ku tarik haku ke belakang dan kulindungi dia, betapa terkejutnya aku saat mendengar teriakan hiro-san yang berlari menjauh sambil menangis, karena takut ibuku langsung berlari ke arahnya.

     Seketika kudengar teriakan wanita yang memekikkan telinga, betapa terkejutnya aku melihat ibu ku terkapar didepan hiro-san, baru kusadari ada yang memukul ibu ku dengan tongkat, tanpa pikir panjang ku hampiri orang itu dan kupukuli habis-habisan, ayah ku pun tak mau ketinggalan, haku-san pun langsung membawa ibu ku ke rumah sakit terdekat.

     Tak lama kemudian polisi segera datang, belum puas rasanya hanya melihat mereka tertangkap, betapa inginnya diriku melihat mereka dihukum mati. Ayah ku pun mengajak ku ke rumah sakit tempat ibuku  dirawat, rasa cemas bercampur marah kurasakan selama perjalanan menuju rumah sakit, begitu sampai rasa penasaran ku semakin besar, sedikit tenang aku melihat haku-san berdiri di depan pintu rumah sakit dan memberitahu kamar dimana ibuku dirawat.

     Tak lama setelah kami sampai dokter yang memeriksa ibuku pun keluar,
     “dokter, bagaimana keadaan ibuku?”
     “keadaannya tidak baik, dia mengalami cedera dibagian otak kecilnya, jika tidak segera ditangani akan sangat berbahaya”
     “dokter, tolong lakukan yang terbaik untuk istriku.” ayahku menyela,
     “kami akan berusaha semaksimal mungkin, tapi sebelumnya saya inggin berbicara dengan anda”.

     Ayahku pun pergi mengikuti sang dokter, yang kulihat adalah ibuku yang terbaring tak sadarkan diri dan tidak berdaya. Langit malam tanabata yang tadinya dipenuhi ratusan rasi bintang dan rarusan hanabi menjadi kelam dan menagis, tetes demi tetes hujan turun dan menjadi deras, yang terdengar hanyalah suara hiro-san yang tak berhenti menangis dalam pelukan haku-san.

     Bukan hanya ibu saja yang kucemaskan tetapi juga haku-san, suhu tubuhnya meningkat,  pandangannya mulai kabur, keseimbangannya mulai lemah, dan badanya semakin bergetar.
tak lama ayah ku pun masuk lalu mengatakan akan menginap disini dan menyuruhku pulang mengantarkan hiro-san dan haku-san
     “
Otou-san biarkan aku menemani okaa-san disini!”, pinta haku-san pada ayah
     “Tidak, kau lebih baik pulang dan beristirahat di rumah”
haku-san pun mengalah dan ikut pulang bersama ku, karena sudah larut malam kuputskan untuk naik taksi, sambil menggendong hiro-san yang sudah terlelap kami berjalan mencari taksi.

     Sesampainya di rumah segera ku menuju kamar hiro-san dan menaruhnya di ranjang, segera setelah aku keluar berdirilah haku-san dihaapan ku dan berkata,
     “
Nee-chan apa ibu akan baik-baik saja?”
     “sudahlah ibu pasti baik-baik saja dan besok pasti dia sudah boleh pulang” jawabku sembari berbohong.
satu hal yang paling kutakutkan adalah kehilangan salah satu anggota keluarga ku sebelum aku bisa meraih cita-citaku dan membahagiakan mereka, aku takut mereka tak bisa melihat dan menikmati kesuksesan ku.

     Keesokan harinya kami menengok ibu dan berharap dia sudah sadar, tapi apa daya tak ada yang bisa kami lakukan untuk membuatnya cepat sadar, kami hanya bisa berdoa pada tuhan.
Sudah 3 hari dari kejadian itu, tapi ibuku belum sadar juga rasa takut kehilangan ibuku semakin besar ditambah lagi dokter mengatakan semakin hari kondisinya semakin lemah, semakin giatlah aku berdoa di kuil belakang rumah dan hanya sebuah doa yang sama terus kupanjatkan sepanjang hari.

     seperti mukjizat yang turun dari langit, pada malam hari ke 5 ibuku tersadar, tapi anehnya dokter bilang keadaan ibuku kritis dan waktunya sudah tidak lama lagi. Perasaan senang, sedih dan bingung kurasakan dalam hatiku, entah apa lagi yang akan terjadi ku tak tahu, ibuku meminta kami semua untuk berkumpul. Betapa terkejutnya aku mendengar ibuku berbicara seakan ajalnya sudah menjemput
     “Mungkin ini kesempatan terakhir bagi ibu untuk bertemu kalian”
     “kenapa ibu bicara begitu, ibu akan segera pulang kerumah bersama kami kan?” tanyaku sambil meneteskan air mata.
     “Ibu sudah tidak kuat lagi, jadi dengarkan lah perkataan ibu, untuk suamiku aku minta maaf jikalau selama kita bersama banyak kesalahan yang kuperbuat dan maaf kisah cinta kita harus terhenti sampai disini” kata ibuku sambil menatap ayahku dan berlinang air mata
     “semoga tuhan memberikan yang terbaik untuk mu” jawab ayahku sambil berusaha membendung kesedihannya.
     “untuk Yui, kau adalah wanita, jadi berpenampilanlah layaknya wanita, dan juga kau harus menjaga baik-baik kedua adik mu”,
aku pun tak bisa berkata apapun bibir ku serasa terkunci dan  pecah saja air mataku setelah mendengar perkataan ibuku.
     “Untuk haku, sebagai laki-laki kau harus lebih berani lagi, ibu suka lukisan mu banyak-banyaklah berlatih melukis, kau juga harus menjaga adik kecilmu ya.”
     “aku akan berusaha!” hanya itu kalimat yang diucapkan haku-san
     “untuk Hiro-chan, ibu menemukan hasil ulangan yang kau sembunyikan, nilai mu jelek ya? Kau harus berusaha lebih giat lagi supaya berhasil, ibu yakin  kau akan menjadi orang yang sukses ketika dewasa nanti”
     “IIBBBUUUU” Hiro-san hanya menangis sambil meneriakkan kata “IBU”.

     Kira-kira 15 menit setelah itu jantung ibuku mulai melemah dan akhirnya berhenti, para doker pun menyiapkan alat untuk mengembalikan detak jatung ibuku. Kami dipaksa menunggu di luar, rasa cemas yang melanda semakin menjadi-jadi saja ditmabah lagi hiro-san yang tidak berhenti menagis. Kurang lebih 20 menit para dokter berusaha menyelamatkan ibuku, Penantian berakhir dengan ditandai keluarnya dokter dai ruang perawatan, dengan segera ayah ku menhampiri dokter itu dan bertanya
     “Bagaimana keadaan Isrtiku dok?”
     “Maaf nyawa istri anda sudah tidak terselamatkan”
betapa hancurnya hati ku mendengar perkataan dokter itu, perasaan marah bercampur sedih melanda hatiku dan hanya bisa kulampiaskan dengan memukul tembok rumah sakit hingga tangan ku terluka, hanya haku-san yang berusaha menghalangi dan menghentikan ku. Dalam pelukannya aku mengangis dan tak bisa mengendalikan diriku tampa sadar aku sudah terlelap.

     Keesokan harinya diadakan upacara penguburan, banyak orang yang datang termasuk nenek yang tinggal di fukuoka. Haru biru mewarnai upacara hari itu, masih belum kudengar berhentinya tangisan Hiro-san, wajah ku termenung tampa ekspresi selama upacara penguburan, air mataku terus mengalir tapi tak ku keluarkan suara ku. Sempat terlintas dipikiran ku, apa aku bisa melanjutka hidupku tanpa kehadiran ibuku.

     5 bulan berlalu semenjak kematian ibuku, ternyata kami bisa melanjutkan hidup sebagaimana biasanya hanya saja tetap ada yang berbeda, tidak ada lagi ibu yang memarahiku jika aku terlambat bangun, tidak ada lagi ibu yang membuatkan sarapan pagi untuk kami, tak ada lagi ibu yang selalu memanjakan hiro-san, tak ada lagi ibu yang sesalu merawat haku-san. Tak ada lagi ibu di rumah ini.

     belum sembuh luka hati ku karena di tinggal ibu sebuah kejadian yang membiarku hancur. Tiba-tiba aku mendapat kabar bahaw ayah ku mengalami kecelakaan dan meninggal dirumah sakit, tak ada lagi kata-kata yang bisa untuk mengungkapkan perasaan hati ku saat ini. Ditinggalkan kedua orangtua ku yang sangat ku sayangi disaat aku sedang membutuhkan mereka, seperti tak ada gunanya lagi ku hidup didunia ini.
Tanabata matsuri
hari itu bisa dikatakan mentadi saat terakhir kami bersenang-senang bersama, sekarang ayah dan ibuku telah pergi.
     “Selamat Tinggal ayah. Ibu, semoga tuhan mamberikan tempat terbaik untuk kalian di alam sana”. Hanya itu kata-kata terakhir yang bisa kuucapkan untuk ayah dan ibuku, aku hanya inggin kalian tau bahwa aku sangat menyayangi kalian.






。。。。。。。。終わり。。。。。。。。
kimono = Pakaian Jepang untuk wanita
Hakama =  Pakaian Jepang untuk pria
Sakura = bunga sakura
Tanabata Matsuri = festifal bintang
Okaa-san = ibu
Samurai = prajurit jepang

Foton = Kasur
Hanabi = Kembang Api
Nee-chan = kakak perempuan
Otou-san = Ayah



Jean Hassan Akbar Bagaskara
@BagasYL